Ratu Kecebong

Ratu Kecebong

Kamis, 21 Oktober 2010

Filsafat Ilmu

PENDEKATAN ILMIAH POSITIVISTIK AUGUSTE COMTE

Pada abad ke-19 timbullah filsafat yang disebut Positivisme, yang diturunkan dari kata “positif”. Filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Segala uraian dan persoalan yang di luar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena itu metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala. Demikianlah positivisme membatasi filsafat danilmu pengetahuan kepada bidang gejala-gejala saja. Apa yang dapat kita lakukan ialah: segala fakta, yang menyajikan diri kepada kita sebagai penampakan atau gejala, kita terima seperti apa adanya. Sesudah itu kita berusaha untuk mengatur fakta-fakta tadi menurut hukum tertentu; akhirnya dengan berpangkal kepada hukum-hukum yang telah ditemukan tadi kita mencoba melihat ke masa depan, ke apa yang akan tampak sebagai gejala dan menyesuaikan diri dengannya. Arti segala ilmu pengetahuan ialah; mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan. Jadi kita hanya dapat menyatakan atau mengkonstatir fakta-faktanya, dan menyelidiki hubungan-hubungannya yang satu dengan yang lain. Maka tiada gunanya untuk menanyakan kepada hakekatnya atau kepada sebab-sebab yang sebenarnya dari gejala-gejala itu. Yang harus diusahakan orang ialah menentukan syarat-syarat di mana fakta-fakta tertentu tampil dan menghubungkan fakta-fakta itu menurut persamaannya dan urutannya. Hubungan yang tetap yang tampak dalam persamaan itu disebut “pengertian”, sedangkan hubungan-hubungan tetap yang tampak pada urutannya disebut “hukum-hukum”. (Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980, hal. 109).
Positivisme sekarang merupakan suatu istilah umum untuk posisi filosofis yang menekankan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktual pada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau, dengan kata lain, positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik. (Bagus, Lorens,Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hal. 858).
Positivisme tampil sebagai jawaban terhadap ketidakmampuan filsafat spekulatif (misalnya, Idealisme Jerman Klasik) untuk memecahkan masalah filosofis yang muncul sebagai suatu akibat dari perkembangan ilmu. Kaum positivis menolak spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Positivisme menyatakan salah dan tak bermakna semua masalah, konsep dan proposisi dari filsafat tradisional tentang ada, substansi, sebab, dan sebagainya, yang tidak dapat dipecahkan atau diverifikasi oleh pengalaman yang berkaitan dengan suatu tingkat yang tinggi dari alam abstrak. Ia menyatakan dirinya sebagai suatu filsafat non-metafisik, yang sama sekali baru, yang dibentuk berdasarkan ilmu-ilmu empiris dan menyediakan metodologi bagi ilmu-ilmu tersebut. (idem).
Aliran filsafat ini ditandai dengan pendewaan ilmu dan metode ilmiah. Pada versi-versi awalnya, metode-metode ilmiah dianggap berpotensi tidak saja memperbarui filsafat, tetapi juga masyarakat.
Pada hakikatnya, positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim; karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Positivisme tidak luput dari nasib filsafat tradisional. Karena, proposisi-proposisinya sendiri (penolakan spekulasi, fenomenalisme, dan sebagainya) beralih menjadi tidak dapat diverifikasi dengan pengalaman dan, akibatnya bersifat metafisik. (idem).
Kesamaan positivisme dengan empirisme seperti yang timbul di Inggris, terdapat di dalam hal ini, bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya terletak di sini, bahwa positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman obyektif, tetapi empirisme menerima juga pengalaman-pengalaman batiniah atau penglaman-pengalaman yang subyektif. (op.cit, hal. 110).
Jasa Comte terletak di sini, bahwa ialah yang menciptakan ilmu sosiologi dan penguraian sejarah Perancis. Di bidang filsafat pengaruhnya yang terbesar terdapat di Inggris.
Seluruh keadaan di Inggris, baik yang mengenai watak maupun yang mengenai cara berfikir orang Inggris, seolah-olah mewujudkan persiapan yang baik bagi penaburan filsafat Comte. Jalan pemikiran orang Inggris sejak akhir abad pertengahan hingga Hume dikuasai oleh empirisme, dan orang Inggris memang tidak suka akan pemikiran yang metafisis. Seluruh perhatiannya dicurahkan kepada hal-hal yang nyata, yang dihadapi sehari-hari.
Filsafat positivisme diantarkan oleh August Comte. August Comte (1798-1857) dilahirkan di Montpellier, Perancis. Ia menjadi pemimpin positivisme Perancis, dengan tekanannya kepada penyelidikan obyektif bagi segala fenomena. Pada umur belasan tahun ia menolak beberapa adat kebiasaan keluarganya, antara lain kesalehannya dalam agama Katolik serta dukungannya terhadap kebangsawanan. Ia belajar di sekolah politeknik di Paris, dan menunjukkan keunggulannya dalam matematika dan sains. Tetapi ia dikeluarkan dari sekolah pada tahun 1816 karena ikut serta dalam gerakan pembangkangan mahasiswa. Ia tetap di Paris dan meneruskan penyelidikannya dalam sains, ekonomi, sejarah dan filsafat. Ia mengembangkan pengetahuan baru tentang manusia yang ia namakan “Sosiologi”. Ia berusaha menemukan hukum yang mengatur perkembangan akal dan menjelaskan fenomena sosial. (Titus, Harold, dkk., Persoalan-Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal. 364).
Peranan August Comte (1798-1857) sangat penting dalam aliran positivistis. Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan perkembangan pemikiran manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama, tahap teologis. Di sini, peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Kedua, tahap metafisik. Di sini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam. Dan ketiga, tahap positif. Di sini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan secara ilmiah. (Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hal. 864)
Beberapa ajaran pokok Comte:
1. Hukum Tiga Tahap (The Law of Three Stages). Sejarah pemikiran dapat dilihat sebagai evolusi yang tak terhindarkan, yang terdiri dari tiga tahap utama:
a) Tahap teologis: selama tahap ini yang dominan adalah penjelasan-penjelasan antropomorfis dan animistis mengenai realitas yang berkaitan dengan kehendak (ego, roh, jiwa) yang memiliki dorongan, hasrat, kebutuhan;
b) Tahap metafisik: selama tahap ini kehendak dari tahap pertama didepersonalisasi, dijadikan abstraksi dan diperbendakan sebagai entitas seperti: kekuatan, sebab, esensi;
c) Tahap positif: dalam tahap ini bentuk pengetahuan tertinggi dicapai dengan melukiskan hubungan-hubungan di antara gejala-gejala dengan peristilahan seperti: suksesi, keserupaan, koeksistensi. Tahap positif dicirikan, dalam penjelasannya, dengan matematika, logika, pengamatan, percobaan, kontrol.
Setiap tahap perkembangan pikiran ini mempunyai korelasi sosial, ekonomi, dan kultural yang berkaitan. Tahap teologis pada hakikatnya otoriter dan militeristik. Tahap metafisik pada prinsipnya bersifat legal dan amat terkait dengan institusi keagamaan. Sedangkan tahap positif merupakan tahap yang ditandai oleh kegiatan teknologis dan industrial. Sebagaimana tahap-tahap ini berubah demikian juga segi-segi korelasinya.
2. Kemajuan penyempurnaan lingkaran evolusioner Tiga Tahap, tidak dapat dielakkan.
3. Ilmu-ilmu merupakan kesatuan menyeluruh, tetapi dalam tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan itu. Ilmu-ilmu itu juga terkait dalam suatu tata ketergantungan yang hierarkis; misalnya, astronomi harus berkembang sebelum fisika dapat menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan dengan haknya sendiri; biologi harus mencapai titik kecanggihan tertentu sebelum ilmu kimia dapat memulai perkembangannya.
4. Realitas dapat dimengerti berkat konsep dasar seperti: kesatuan organis, tata, kemajuan, suksesi, keserupaan, relasi, kegunaan, reailtas, gerakan, pengarahan.
5. Bentuk tertinggi agama dalam evolusinya ialah agama kemanusiaan atau rasio universal (sama sekali tanpa kaitan dengan Allah).(idem, hal. 865-866).
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap atau 3 Zaman, yaitu: zaman teologis, zaman metafisis dan zaman ilmiah atau zaman positif. Perkembangan yang demikian itu berlaku baik bagi perkembangan pemikiran perorangan, maupun bagi perkembangan pemikiran seluruh umat manusia.
1) Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakekat “batiniah” segala sesuatu, kepada “sebab pertama” dan “tujuan terakhir” segala sesuatu. Jadi orang masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Oleh karena itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin, bahwa di belakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi 3 tahap, yaitu: a) tahap yang paling bersahaja atau primitif, ketika orang menganggap, bahwa segala benda berjiwa (animisme); b) tahap ketika orang menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa, sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c) tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2) Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan-kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian atau dengan pengada-ada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam suatu yang bersifat umum, yang disebut alam, dan yang dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
3) Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan mutlak, baik pengenalan teologis, maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan dengan memakai akalnya. Pada zaman ini pengertian “menerangkan” berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta yang umum. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai, bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja (umpamanya: gaya berat). (Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980, hal. 110-111).
Seperti yang telah dikemukakan di atas, hukum dalam tiga zaman atau tiga tahap ini bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri. Umpamanya: sebagai kanak-kanak orang adalah seorang teolog, sebagai pemuda ia menjadi seorang metafisikus dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.
Di samping itu hukum dalam 3 zaman juga berlaku di bidang ilmu pengetahuan sendiri. Segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikeruhkan oleh pemikiran metafisis, dan akhirnya tiba di zaman hukum-hukum positif yang cerah.
Mengenai ilmu pengetahuan diajarkan demikian, bahwa pengaturan ilmu pengetahuan yang berarti harus disesuaikan dengan pembagian kawasan gejala-gejala atau penampakan-penampakan yang dipelajari ilmu itu.
Segala gejala yang dapat diamati hanya dapat dikelompokkan dalam beberapa pengertian dasar saja. Pengelompokkan itu dapat dilakukan sedemikian rupa, sehingga penelitian tiap kelompok dapat menjadi dasar bagi penelitian kelompok selanjutnya. Urutan kelompok-kelompok itu ditentukan oleh tingkatan sifat tunggal atau oleh tingkatan sifat umumnya. Gejala yang sifatnya umum adalah gejala yang paling sederhana, karena gejala inilah yang paling tidak memiliki kekhususan hal-hal yang individual.
Comte membagi-bagikan segala gejala pertama-tama dalam gejala-gejala yang terdapat dalam segala yang anargonis, dan baru kemudian gejala-gejala yang terdapat dalam segala yang organis. Segala gejala yang organis baru dapat dipelajari, jikalau segala yang anorganis telah dikenal. Hal ini disebabkan karena di dalam makhluk yang hidup terdapat segala proses mekanis dan kimiawi dari alam yang anorganis itu dan juga terdapat hal-hal yang lain, yang lebih daripada itu.
Ajaran tentang segala sesuatu yang anorganis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: astronomi, yang mempelajari segala gejala umum dari jagat raya; dan fisika serta kimia, yang mempelajari gejala-gejala anorganis di bumi. Pengetahuan tentang fisika harus didahulukan, sebab proses-proses kimiawi lebih rumit dibanding dengan proses alamiah dan tergantung daripada proses alamiah.
Ajaran tentang segala yang organis juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu: proses-proses yang berlangsung pada individu-individu dan proses-proses yang berlangsung dalam jenisnya, yang lebih rumit. Oleh karena itu ilmu yang harus diusahakan di sini adalah biologi, yang menyelidiki proses-proses dalam individu; kemudian menyusul ilmu sosiologi, yang menyelidiki gejala-gejala dalam hidup kemasyarakatan. (ilmu ini untuk pertama kali disusun oleh Comte. Juga sebutan “sosiologi” adalah hasil ciptaannya). Demikianlah sosiologi menjadi puncak bangunan ilmu pengetahuan. Tetapi ilmu ini baru dapat berkembang jikalau segala ilmu yang mendahuluinya telah mencapai kedewasaannya. (ibid., hal 112)
Timbullah pertanyaan, bagaimana kedudukan ilmu pasti dan psikologi?
Menurut Comte ilmu pasti adalah dasar segala filsafat. Dalam hal ini ia setuju dengan Descartes dan Newton. Hal ini disebabkan karena ilmu pasti memiliki dalil-dalil yang paling bersifat umum, yang paling sederhana dan paling abstrak. Oleh karena itu juga ilmu yang paling bebas.
Psikologi tidak diberi tempat dalam sistem Comte. Hal ini disebabkan karena, menurut dia, manusia tidak dapat menyelidiki dirinya sendiri. Barangkali orang masih dapat menyelidiki nafsu-nafsunya, karena nafsu tidak berada di dalam pikiran.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka deretan ilmu pengetahuan adalah demikian: ilmu pasti, astronomi, fisika, kimia, biologi dan sosiologi.
Ajaran Comte tentang masyarakat sekaligus mewujudkan suatu filsafat tentang sejarah. Perhatikan, bahwa ajaran Comte tentang 3 zaman itu secara formal sejenis dengan dialektika Hegel. Sama seperti Hegel, Comte memeriksa banyak sekali fakta-fakta sejarah serta menggabungkannya menjadi suatu sistem. Ke dalam filsafat sejarah itu dimasukkan perkembangan kenegaraan, kehakiman dan kemasyarakatan, juga perkembangan kesenian agama, ilmu dan filsafat. Di sinilah Comte melebihi Hegel. Di mana-mana ditemukannya hukum tentang 3 tahap. Tiap tahap sesuai dengan suatu bentuk masyarakat tertentu. Umpamanya: pada zaman teologi di bidang sosial terdapat kepercayaan kepada hukum ilahi, sedang di bidang pemerintahan terdapat bentuk feodalisme. (ibid., hal. 113)



DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat 2. Yogyakarta: Kanisius
Titus, Harold, dkk. 1984. Persoalan-Persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang

Rabu, 20 Oktober 2010

Ekologi Industri Tepung Ubi Jalar

INDUSTRI PENGOLAHAN TEPUNG UBI JALAR ORGANIK


A.           PRODUK YANG DIHASILKAN
            Produk yang dihasilkan dari industry ini berupa tepung ubi jalar organic yang memiliki fungsi sebagai bahan baku untuk pengolahan dari berbagai industry lain, seperti industry pembuatan mie, roti tawar, dan sebagainya.

B.           LATAR BELAKANG
Menghadapi era globalisasi dan persaingan bebas, industri kecil berbasis pertanian perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian. Seiring dengan meningkatkan industri pangan maupun industri lain yang menggunakan tepung, maka kebutuhan akan tepung makin meningkat. Umumnya berbagai produk makanan seperti roti, biscuit, dan mie yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan bakunya dalam proses industri .
Ubi jalar merupakan bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi yang dapat digunakan untuk menggantikan tepung terigu sebagai bahan pembuat makanan, Ditinjau dari komposisi gizinya, ubi jalar mengandung 215 kal/hari, nilai ini lebih tinggi dari nilai kalori padi dan jagung, yang masing-masing hanya mengandung 176 kal/hari dan 110 kal/hari. Selain mengandung nilai energi yang besar, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C, dan mineral. Bahkan ubi jalar oranye atau kuning mengandung beta karoten (vitamin A) yang tinggi. Selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga kaya akan senyawa lutein dan zeaxanthin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya merupakan pigmen warna sejenis klorofil, yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dan memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Sementara, ubi jalar ungu mengandung antosianin sebagai antioksidan pencegah kanker.
Selain faktor kandungan gizi yang cukup besar, ubi jalar juga mempunyai potensi yang sangat besar di Indonesia, yang mana menurut survey Indonesia merupakan negara penghasil ubi terbesar ketiga di Indonesia. Di samping itu ubi jalar juga merupakan tanaman yang tidak memiliki teknik dan lahan khusus dalam penanganannya.
Dengan melihat kandungan gizi yang terkandung dalam ubi jalar dan potensinya di Indonesia, ubi jalar mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan berbasiskan kepada produk tepung. Dibandingkan dengan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar lebih unggul. Tepung ubi kayu mempunyai kandungan amilopektin yang tinggi, sehingga produk ini lebih mudah keras dan karena adanya kandungan amilopektin maka peluang terjadinya retrogradasi jauh lebih besar.
Produk yang dihasilkan dari proses industri kami tidak banyak berbeda dari kebanyakan industri tepung ubi lainnya, tetapi keistimewaan produk yang kami hasilkan adalah bahwa bahan dasar dari tepung menggunakan ubi organic yang mana dalam proses penanamannya tidak menggunakan pestisida atau bahan-bahan kimia dalam perawatannya, sehingga produk yang dihasilkan dapat dipastikan aman dalam dikonsumsi dan juga tidak mempengaruhi atau mengurangi nilai kandungan gizinya.

C.           PROSES PRODUKSI
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas yang berkadar air tinggi, seperti umbi. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi yaitu sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta menghemat ruangan dan biaya penyimpanan. Sedangkan, dalam tepung ubi jalar kelebihannya antara lain adalah untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi, lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil, dan memberikan nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan serta meningkatkan mutu produk.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung hanya memerlukan teknologi yang sederhana. Proses pembuatan tepung ubi jalar ini juga tidak jauh berbeda dengan industry proses pembuatan tepung ubi lainnya.
            Peralatan yang digunakan cukup sederhana, yaitu : pisau, wadah untuk merendam, alat pengering dan alat penggiling. Sedangkan bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar segar yang didatangkan langsung dari petani. Selain itu, dibutuhkan pula bahan penolong, yang mana dalam proses ini menggunakan natrium meta bisulfit 0,2%.
         Sumber energi untuk memenuhi kegiatan pada tahap operasi disediakan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang digunakan rutin setiap hari untuk penerangan dan peralatan yang membutuhkan energy listrik. Di samping itu juga digunakan energy alternative seperti cahaya matahari untuk lahan pertanian dan proses pengeringan serta air yang digunakan untuk lahan pertanian, proses pencucian, kebutuhan karyawan dan sebagainya.
Proses produksi pembuatan tepung ubi jalar secara garis besar yaitu dimulai dari pengadaan bahan baku berupa ubi jalar segar yang kemudian dikupas, dicuci bersih, dan dipotong tipis. Sebelum dilakukan pengeringan potongan ubi direndam dengan menggunakan natrium meta bisulfit 0,2% kurang lebih selama 15 menit. Chips kemudian dijemur di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering lainnya dengan suhu maksimal 60˚C selama kurang lebih 18 jam, proses selanjutnya digiling hingga halus.
D.        PEMASARAN
Tepung ubi yang memiliki potensi sebagai pengganti tepung terigu karena bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat mengurangi penggunaan gula pada pengolahannya, sangat memudahkan dan mendukung dalam proses distribusi dan pemasarannya. Karena bahan baku yang sangat mudah didapatkan dan tidak memerlukan biaya yang sangat besar, maka harga tepung ubi jalar yang digunakan juga akan lebih murah, sehingga industri-industri kecil yang memerlukannya selain mudah mendapatkan harganya juga lebih murah daripada dengan menggunakan gandum atau tepung terigu yang memerlukan biaya yang cukup besar untuk mendapatkannya, sehingga dapat mengambil keuntungan lebih banyak untuk proses industry prosuk selanjutnya.
Sasaran pemasaran tepung ubi organic ini adalah ke home industry,seperti industry kue-kue kering, mie, burger, dodol, snack, dan sebagainya baik dalam maupun luar negeri.
            Pemasaran dilakukan melalui agen penjualan, mulut ke mulut dan media informasi seperti pada facebook dan sebagainya.

E.         KONSEP EKOLOGI INDUSTRI
Ekologi industry adalah suatu system yang digunakan untuk mengelola aliran energy atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi dan menghasilkan sedikit polusi. Tujuan utamanya adalah untuk mengorganisasi system industry sehingga diperoleh suatu jenis operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.
Kawasan industry ini terdiri dari lahan peternakan, lahan pertanian ubi jalar dan pabrik pengolahan tepung ubi yang mana di dalamnya menganut konsep ekologi industry dengan system produksi kesetimbangan dinamik. Energy dan limbahnya diolah ulang secara baik dan digunakan sebagai bahan baku maupun bahan penolong oleh komponen system lain.
Energi yang digunakan untuk membuat tepung yang terbuat dari bahan ubi ini memanfaatkan energi air dan cahaya matahari. Di samping itu juga digunakan energy yang disediakan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk keperluan proses operasi seperti penerangan dan peralatan yang membutuhkan energy listrik.
Energi air berperan penting untuk petani, peternak pabrik dan PLN. Mereka menggunakan air sebagai energi pokok. Petani membutuhkan air untuk menghasilkan ubi yang akan disetorkan ke pabrik untuk diolah menjadi tepung. Pabrik membutuhkan air untuk proses operasi. Pada saat pengolahan, terdapat limbah berupa daun dan kulit ubi yang kemudian diberikan kepada peternak untuk pakan ternaknya. Peternakan juga memerlukan air untuk minum dan kebutuhan lainnya. Pada peternakan ini dihasilkan kotoran hewan yang nantinya dapat diproses untuk dibuat pupuk, dan diberikan kepada petani sebagai pupuk tanaman ubi agar tumbuh subur dan siap dipanen. Ubi yang telah dipanen disetorkan kembali ke pabrik dan begitu seterusnya.
Disamping itu, pabrik juga membutuhkan sumber daya manusia untuk menjalankan sistem. Tenaga yang terserap berasal dari latar belakang pendidikan SD hingga Sarjana yang masing – masing ditempatkan sesuai keahlian dan kebutuhan.     
          Setelah dihasilkan prodak tepung dari bahan baku ubi, maka diperlukan srategi untuk pemasaran agar produk yang dihasilkan dapat diterima masyarakat dengan baik. Industri ini menggunakan filosofi manajemen mutu, yaitu menulis apa yang dikerjakan, mengerjakan apa yang ditulis dan melakukan perbaikan terus-menerus. Pemasarannya menggunakan 3 cara yaitu melalui agen, mulut ke mulut dan media informasi berupa iklan.

C.         PENUTUP
Pemanfaatan tepung ubi jalar diharapkan akan mengurangi impor terigu yang dari tahun ke tahun meningkat sehingga akan menghemat devisa negara. Penghematan devisa itu akan memberi peluang bagi pemerintah untuk menggunakannya dalam aktivitas ekonomi lain yang lebih produktif dalam upaya peningkatan laju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Pembuatan tepung ubi jalar relatif mudah dan dapat dilakukan oleh industri rumah tangga sampai industri dengan peralatan canggih. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan olahan, misalnya mie dan roti. Pemberdayaan tepung ubi jalar perlu diterapkan dalam upaya peningkatan nilai tambah komoditas dan dinamika ekonomi masyarakat pedesaan.
Industri pengolahan tepung ubi jalar dengan konsep ekologi industry ini juga diharapkan dapat berkembang lebih pesat sehingga dapat menembus pasar internasional dan dapat tercipta lapangan kerja baru serta bermanfaat bagi berbagai pihak juga berwawasan lingkungan.