Ratu Kecebong

Ratu Kecebong

Selasa, 25 Januari 2011

Sejarah Kebudayaan Islam

Islam Pada Masa Dinasti Safawiyah 

1.    Asal Usul
Kerajaan Safawi bermula dari sebuah gerakan Tarekat di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan (wilayah Rusia) yang berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani di Turki.
Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M). Safi al-Din keturunan dari imam Syi’ah yang ke enam Musa al-Kazhim. Karena alim dan sifat zuhudnya, maka Safi al-Din diambil menantu oleh gurunya yang bernama Syeh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M). Yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Dalam waktu yang tidak lama, tarekat ini berkembang pesat di Persia, Syiria dan Asia kecil. Pada mulanya gerakan tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan olongan “ahli bid’ah”.
Fanatime pengikut tarekat Safawiyah yang menentang golongan selain Syi’ah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Keenderungan terhadap polilitk terwujud paa masa kepemimpinan Imam Junaid (1447-1460 M). Dimana sang imam menambahkan gerakan politik selain erakan keagamaan. Hal ini menimbulkan konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa Kara Koyunlu, salah satu cabang bangsa Turki yang berkuasa di wilayah ini. Sang imam berhasil diusir oleh pihak penguasa dan diasingkan. Selanjutnya sang imam bersekutu dengan Uzun Hasan, seorang pimpinan Ak-Koyunlu. Persekutuan mereka semakin kuat, akbat pernikahannya dengan saudara perempuan Uzun Hasan. Supermasi politik di wilayah ini tidak berhasil diraih oleh Imam Junaid, lantaran kegagalannya merebut kota Ardabil dan Sirccasia.
Sepeninggal Imam Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Haidar mengawini putri Uzun Hasan dan melahirkan anak yang bernama Isma’il. Atas persekutuan dengan Ak-Koyunlu, Haidar berhasil mengalahkan kekuatan al-koynlu dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1476 M. Kemenangan ini membuat nama Safawiyah semakin besar, dan hal ini tidak dikehendaki oleh Ak-Koyunlu. Persekutuan antara Safawiyah dan Ak-Koyunlu berakhir oleh sikap Ak-Koyunlu memberikan bantuan kepada Sirwan ketika terjadi pertempuran antara pasukan Haidar dengan pasukan Sirwan. Pasukan Safawiyah mengalami kehancuran, dan Hidar sendiri terunuh dalam pertmpuran tersebut.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Ismail. Selama 5 tahun, ia memperiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash berhasil mengalakan Ak-Koyunlu dalam peperangan di dekat Nakhchivan dan berhasil menaklukan Tibriz, pusatkekuasan Ak-Koyunlu. Di kota ini Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan Safaiyah dan menobatkan dirinya sebagai raja pertamanya.

2.    Para Penguasa
Ismail berkuasa selama 23 tahun, yakni antar tahun 1501-1524 M. Hanya selang 10 tahun wilayah kekuasaan Ismail sudah meliputi seluruh Persia dan bagian Timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent). Ambisi politik mendorongnya untuk menambah kekuasaan, sehingga kekuatan Safawiyah harus berhadapan dengan kekuatan Turki Usmani di Chadirn pada tahun 1514 M. Turki Usmani adalah musuh yang sangat jahat dan membenci golongsn Syi’ah. Pasukan Usmani yang dipimpin oleh Sultan Salim lebih unggul dan berhasil menguasai kota Tibriz. Keadaan Safawiyah terselamatkan dengan kepulangan Sultan Salim ke negerinya karena di Turki sedang terjadi perpecahan di tubuh militer.
Permusuhan antara Safawiyah dengan kerajaan Usmani tetap berlangsung sepeninggal Ismail, yakni pada masa Thamsap I, Ismail II, DAN Muhammad Khudabanda. Dalam peperangan masa-masa tersebut di atas Safawiyah selalu menjadi pihak yang terdesak.
Munculnya raja Safawiyah kelima, Abbas I (1588-1628 M) berhasil memulihkan kekuatan kerajaan Safawiyah dengan menempuh kebijakan sebagai berikut :
a.    Mengurangi dominasi pasukan Qizilbash dengan cara mmbentuk pasukan baru yang direkrut dari budak tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
b.    Mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Turki Usmani, yaitu ia rela melepaskan wilayah Azerbaijan, Georgiadan sebagian wilayah lainnya. Dia juga berjanji tidak akan menghina Abu Bakar, Umar dan Usman. Sebagai jaminan atas perjanjian itu, ia menyerahkan saudara sepupunya  Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul.
Dengan langkah-langkah yang ditempuh tersebut, bisa dikatakan Abbas I membuat kerajaan Safawiyah kembali menguat. Ia kemudian mulai melirik wilayahnya yang sempat lepas. Kemudian mencoba menyuun kekuatan militer yang kuat. Setelah terbina dengan baik, ia selanjutnya mulai mengerahkan paukannya untuk  merebut kembali wilayahnya dari Turki Usmani. Pada tahun 1598 M ia mulai menyerang dan menundukkan Heralt. Kemudian segera merebut Marw dan Balkh dan beberapa wilayah kekuasaan Turki Usmani. Perbedaan aliran antara kedua kerajaan ini menyebabkan rasa permusuhan yang tidak pernah padam. Pada tahun 1602 M, ketika urki Usmani dalam kekuasaan Sulta Mahmud III, serangan pasukan Abbas berhasil menguasai Tibriz, Sirwan dan Baghdad. Pada tahun 1622 M, pasukan Abbas berhasil merbut kepulauan Hurmuz.   Berikut urutan para penguasa kerajaan Safawiyah:
a.    Ismail (1501-1524 M)
b.    Tahmasp (1524-1576 M)
c.    Ismail II (1576-1577 M)
d.    Muhammad Khudabanda (1577-1787 M)
e.    Abbas I (1588-1628 M)
f.     Safi Mirza (1628-1642 M)
g.    Abbas II (1642-1667 M)
h.    Sulaiman (1667-1694 M)
i.      Husein (1694-1722 M)
j.      Tahmasp II (1722-1732 M)
k.    Abbas III (1732-1736 m)

3.    Masa Kemajuan Kerajaan Safawiyah
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Safawiyah. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stablitas negara, sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaanya yang sebelumnya lepas oleh Turki Usmani.
a.    Kemajuan dibidang ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa ini bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubahnya menjadi Bandar Abbas. Maka salah satu jalur perdagangan yang menghubungkan antara timur dan barat sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawiyah. Disamping sektor perdagangan, kerajaan Safawiyah juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortile crescent).
b.    Bidang ilmu pengetahuan
Bangsa Persia dalam sejarah Islam dianggap berjasa besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuwan seperti Baha al-Din asy-Syaerozi, Sadar al-Din asy-Syaerozi, Muhammad al-Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuwan di bidang isafat, sejarah, teolog, dan ilmu-ilmu umum.
c.    Bidang seni
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah ibukota kerajaan. Sejumlah masjid, sekolah, rumh sakit, jembatan yang memanjang diatas Zede Rud dan istana Chihilsutun. Kota Isfahan turut diperindah fengan kebun wisata. Ketika Abbas I meningal, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 perguruan, 1802 penginapan, dan 273 tempat pemandian umum.

4.    Masa Kemunduran Kerjaan Safawiyah
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein (1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuankemajuan yang telah diperoleh dalam pemerintahan sebelumnya

     Kota Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi'ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehinggamereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawiyah.
Pemberontakan bangsa Afghanistan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut negeri-negeri Afghanistan dari kekuasaan Safawiyah. Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli Khan (budak Husein). Dengan pengakuai ini, Mir Mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Shah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan

      Salah seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia.
Adapun sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawiyah adalah:
a.    Para pemimpin yang lemah.
Safi mirza, cucu abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleh abbas i segera menurun. Kota qondahar (sekarang termasuk wilayah afganistan ) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi, diduduki oleh kerajaan mughal yang ketika itu dipimpin oleh sultan syah jehan, sementara baghdad direbut oleh kerajaan usmani.

b.    Para pemimpin suka minum-minuman keras.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wajir-wajirnya, pada masa kota qandahar dapat direbut kembali. Sebagaimana abbas ii, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersifat masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh shah husein yang alim. Pengganti sulaiman ini meberi kekuasaan yang besar kepada para ulama syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadapa penganut aliran sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan sunni afhganistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti safawi.
c.    Adanya dekadensi moral yang melanda sebagian pemimpin. Hal ini juga turut mempercepat proses kehancuran kerajaan safawi.
d.    Konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan usmani yang beraliran syi’ah.
e.    Karena pasukan ghulam (pasukan budak) yang dibentuk oleh abbas i tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti qizilbash.
f.     Adanya konflik internal kerajaan, dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.


KESIMPULAN

        Kerajaan Safawiyah merupakan kerajaan Islam yang termasuk kerajaan besar saat itu. Pada masa tersebut ilmu pengetahuan, seni, maupun politiknya mengalami kemajuan. Hal ini didorong oleh suatu fakta bahwa orang-orang Persia (mayoritas penduduk kerajaan Safawiyah adalah bangsa Persia) adalah bangsa yang mencintai seni dan ilmu pengetahuan. Selain itu keberadaan kerajaan Safawiyah yang berada di Persia juga mempengaruhi madzhab resmi negara monarkhi tersebut. Kerajaan Safawiyah menganut madzhab syiah sebagai madzhab resmi negara. Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawiyah karena kerhasilannya mengatasi gejolak politik dalam negeri yang pada saat itu mengganggu stabilitas negara.

       Kerajaan Safawiyah juga mengalami kehancuran yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu: para pemimpin yang lemah setelah meninggalnya Abbas I, suka minum-minuman keras, konflik yng berkepanjangan dengan kerajaan Usmani dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, k.,2003. Sejarah Islam “Tarikh Modern”. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers,1993.
 Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Uin Jakarta press, 2007
Hasan, Ibrahim., 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.Yogyakarta.
Karim, A,. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta : Pustaka Book           Publisher.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pemikiran Islam. Jakarta: Prenata Media.
Syukur, F. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar